Kamis, 20 Mei 2010

Sebuah info tentang cara membina moral.

Dalam penulisan terdahulu, saya telah mengutip pendapat dari Linda dan Richard Eyre (1993) dari bukunya yang berjudul ”Mengajarkan Nilai-Nilai kepada Anak” tentang adanya 12 macam nilai moral yang perlu ditanamkan kepada anak.

Nilai-nilai adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, percaya diri, disiplin diri dan sikap tahu batas, kemurnian, kesetiaan/dapat dipercaya, respek/hormat, cinta/kasih sayang, tidak egois/kepekaan, baik hati dan keadilan/belas kasihan.

Aabila pembaca mempunyai pandangan dan pilihan nilai moral lain yang dianggap lebih penting, hal tersebut tentunya sah saja karena pembagian nilai moral memang cukup bervariasi.

Dari ke-12 nilai yang telah disebutkan oleh pasangan Eyre, setengah yang pertama disebut sebagai ”nilai nurani” (values of being) karena nilai-nilai ini bermula dari berkembangnya kualitas atau sikap dalam diri kita yang menentukan perilaku dan cara kita memperlakukan orang lain. Sedangkan setengah yang terakhir disebut dengan ”nilai memberi” (values of giving) karena bermula ketika kita memberikan kepada orang lain dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap jawaban siapakah kita.

Meski digolongkan, keduanya saling bertemu, tumpang tindih, dan mewarnai satu sama lain. Nilai nurani diberikan sebanyak yang diterima. Bisa dipraktikkan ”keluar”, tetapi bisa juga dikembangkan ”di dalam”.

Sementara itu, nilai-nilai memberi akan diterima sebanyak yang diberikan dan berkembang begitu dipraktikkan. Jadi, memberi dan menerima, berkembang dan membantu perkembangan anak, dengan cepat akan berpadu menjadi satu. Pada waktu kita mempraktikkan rasa sayang dan hormat kepada diri sendiri dan membangun nilai-nilai itu ke dalam diri kita, kita sekaligus menularkan disiplin atau kesabaran kepada anak kita melalui teladan.

Meningkatkan nilai moral

Menurut pasangan Eyre, memberikan contoh adalah guru yang terbaik. Hal-hal yang kita, sebagai orangtua, perbuat selalu berdampak lebih luas, jelas, dan berpengaruh daripada yang kita katakan. Jadi, apabila kita tidak ingin anak berdusta, orangtua juga harus memberikan contoh dengan menampilkan perilaku jujur. Agar anak tidak mem-bully teman sekolahnya, orangtua perlu menampilkan perilaku hormat, cinta damai, dan mengasihi.

Metode untuk mengembangkan moral anak perlu memerhatikan tahap perkembangan anak. Apabila anak belum bersekolah, metode yang paling efektif adalah melalui permainan sederhana, lagu, atau cerita. Apabila anak sudah makin besar, bisa melalui pepatah, puisi, permainan, simulasi, dan imajinasi. Bagi remaja, akan lebih sesuai dengan mengajak mereka berbincang tentang suatu konsep moral, mendiskusikan, dan menganalisis masalah bersama.

Yang menarik dari pembagian nilai moral Eyre yang berjumlah 12 ini adalah bahwa setiap bulan, orangtua dapat memusatkan perhatian untuk mengembangkan satu macam nilai moral dan apabila telah selesai dalam satu tahun, orangtua dapat mengulangi dari awal dengan metode yang berbeda karena anak sudah bertambah umur.

Bermain peran dan berbagai permainan kata akan bermanfaat karena memungkinkan anak menempatkan diri dalam suatu situasi, melihat dampak dan hubungan sebab akibat dari berbagai pilihan tingkah laku. Menghafalkan peribahasa dan membahas suatu cerita moral akan berguna untuk menanamkan nilai moral keanak.

Diskusi tentang konsep membuat anak dapat bicara tentang istilah moral sesuai dengan usia mereka, sementara orangtua membantu mengembangkan minat dan kemampuan anak untuk berbicara secara serius dengan orang dewasa. Terdapat hubungan erat antara perilaku moral anak dan banyaknya waktu yang digunakan untuk berbincang dengan orangtua. Apabila sering terjadi interaksi, nilai kita secara perlahan tapi pasti akan menular kepada anak.

Pengakuan atas perilaku positif dan pengabaian atas perilaku negatif terbukti lebih efektif dalam mengembangkan nilai moral. Orangtua lebih sering memerhatikan perilaku negatif, sedangkan yang positif terabaikan karena dianggap sudah semestinya dilakukan. Padahal, pemberian penghargaan dan ganjaran apabila digabung dengan pujian akan menjadi cara yang berdaya guna untuk mendukung perilaku yang bermoral. Anak juga perlu mendapat kesempatan untuk memperbaiki kesalahan.

Pemberian hukuman bagi pelanggaran peraturan kepada anak hendaknya hanya dilakukan kalau terbukti mereka mengerti tentang apa yang diharapkan darinya, terlebih lagi kalau anak sengaja melanggar harapan tersebut.

Cara terbaik tetap dengan memberikan ganjaran/hadiah apabila anak berperilaku sesuai nilai moral. Meski anak memerlukan disiplin, hal ini akan menjadi masalah serius bagi anak yang lebih besar. Penggunaan secara berkelanjutan teknik-teknik disiplin yang efektif ketika anak masih kecil ternyata cenderung menyebabkan kebencian kepada anak yang sudah lebih besar. Artinya, pemberian disiplin juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan seorang anak.

Apabila telah meningkat remaja dan bertambah umur, tentunya orangtua tak dapat mengawasi anak mereka lagi. Mereka sudah harus bertanggung jawab dalam pengendalian tingkah laku sendiri. Apabila terbukti bahwa remaja dapat memberikan alasan yang masuk akal bagi perbuatannya, ia dapat terhindar dari hukuman atau penolakan sosial.

Cara yang efektif bagi semua orang untuk mengawasi tingkah lakunya sendiri adalah melalui pengembangan hati nurani. Ia harus termotivasi untuk bertindak sesuai dengan standar moral kelompok. Seseorang akan merasa bersalah apabila sadar bahwa tindakannya tidak memenuhi harapan sosial kelompoknya, sedangkan rasa malu timbul hanya jika ia sadar akan penilaian buruk kelompok terhadap tindakannya itu.

diolah dengan sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: