PARTIKEL SULFUR
PARTIKEL sulfur dari letusan gunung berapi mampu mendinginkan sesaat suhu Bumi. Namun, sulfur di stratosfer ternyata mengaktifkan gas klorin yang membahayakan ozon.
Sejumlah ilmuwan menawarkan cara radikal untuk mengurangi pemanasan Bumi, akibat kerusakan lapisan ozon, yakni dengan menebar partikel sulfur (belerang) di lapisan stratosfer. Namun, penelitian terbaru mengungkap, metode itu justru berisiko memperparah kerusakan lapisan ozon Bumi.
"Penelitian kami menunjukkan, upaya pendinginan artifisial (buatan) terhadap Bumi ternyata memiliki efek samping sangat berbahaya," ujar ilmuwan Pusat Riset Atmosfer Nasional Amerika Serikat (AS), Simone Tilmes. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah ilmuwan berupaya mencari jalan pintas untuk menambal kebocoran-kebocoran lapisan ozon Bumi.
Di antara mereka adalah Pemenang Hadiah Nobel Kimia Paul Crutzen. Crutzen mengamati, Bumi menjadi lebih dingin setelah terjadi letusan dahsyat gunung berapi. Sebab, letusan itu menebar banyak sekali partikel sulfur ke angkasa sehingga partikel-partikel itu menutupi sebagian permukaan Bumi dari sinar Matahari. Misalnya setelah Gunung Pinatubo di Filipina meletus pada 1991.
Pada saat itu, suhu Bumi sedikit mendingin dalam waktu beberapa saat setelah letusan terjadi. Crutzen juga mengungkapkan, ketika Gunung Tambora di Indonesia meletus pada 1815, suhu Bumi pada 1816 menjadi lebih dingin pula. Sejumlah wilayah saat itu bahkan sama sekali tidak mengalami musim panas karena salju turun pada setiap bulan di sepanjang tahun.
Berdasarkan fenomena tersebut, Crutzen menyarankan agar partikel-partikel sulfur ditebar di angkasa pada ketinggian antara 10 km hingga 50 km. Beruntung, gagasan Crutzen tersebut belum terlaksana. Sebab, Tilmes menemukan, partikel sulfur pada lapisan stratosfer justru berisiko memperparah kerusakan lapisan ozon dan memperlambat pemulihan lapisan ozon yang sudah rusak hingga berpuluh-puluh tahun.
Alasannya, partikel sulfur pada lapisan stratosfer dapat mengaktifkan gas klorin di lapisan stratosfer. Gas klorin tersebut dinilai mampu memicu reaksi kimia yang membahayakan ozon. "Partikel sulfur hanya akan menghancurkan antara 25 persen hingga 75 persen lapisan ozon. Akibat partikel sulfur, pemulihan lapisan ozon juga akan tertunda antara 30 tahun hingga 70 tahun," papar Tilmes.
Tilmes dan rekan-rekan meneliti pengaruh partikel sulfur dengan membuat simulasi pada super komputer milik badan antariksa AS NASA. Adapun pendapat Crutzen dan para ilmuwan pendukungnya hanya dilandasi dengan teori. Lapisan ozon rusak akibat peningkatan polusi karbon dioksida (CO2) di Bumi. Kerusakan lapisan ozon berisiko memicu kanker kulit akibat sinar ultraviolet dari Matahari.
Sejumlah ilmuwan rupanya panik melihat peningkatan cepat kerusakan lapisan ozon akibat lonjakan polusi sehingga mereka berupaya mencari jalan pintas untuk memperbaiki lapisan ozon Bumi. Laporan terbaru Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) mengungkap, pada 2007 kandungan CO2 di atmosfer Bumi meningkat 0,6 persen daripada level pada 2006.
NOAA mengungkapkan, kandungan CO2 di atmosfer Bumi pada 2007 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan pada era praindustri, yakni sebelum 1850. Dalam penilaian NOAA, sebagian besar emisi CO2 itu berasal dari pembakaran batu bara, minyak, serta gas Bumi. Laporan NOAA tersebut didasari penelitian di 60 titik di berbagai penjuru Bumi.
NOAA menegaskan, CO2 adalah salah satu pemicu utama pemanasan global. NOAA menjelaskan, sekitar 50 persen emisi CO2 diserap lautan, tumbuhan, dan tanah. Adapun 50 persen yang lain melayang di atmosfer selama berabad-abad. Dalam penilaian NOAA, sekira 20 persen CO2 yang muncul pada 2007 akan tertahan di atmosfer Bumi selama ribuan tahun. (sindo//mbs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar