JAKARTA, KOMPAS.com - Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia, termasuk di Indonesia. Meningkatnya jumlah kematian tersebut dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup. Diet tinggi serat membantu menghindari serangan mematikan itu.
Semua orang tentu takut terkena serangan jantung yang bisa berakhir dengan kematian mendadak. Mengutip sebuah laporan, dalam sebuah seminar tentang jantung, Dr. Idris Idham, Sp.JP, FESC, mengatakan bahwa lebih dari satu juta orang di Amerika Serikat mengalami serangan jantung setiap tahunnya.
Separuh di antara mereka mengalami kematian pada jam-jam pertama setelah serangan. Setengah lainnya berhasil mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dan dirawat di Unit Perawatan Koroner Intensif (ICCU) atau disebut juga Unit Perawatan Kardiovaskular Intensif (Cardio Vascular Care Unit).
Angka kematian pasien yang sempat masuk rumah sakit mencapai sekitar 15 persen, biasanya akibat matinya (necrose) otot jantung yang luas. Sekitar 425.000 pasien yang dirawat bisa meninggalkan rumah sakit, tetapi sekitar 10 persen (42.000 orang) dari jumlah itu meninggal setelah setahun kemudian.
Menurut Dr. Idris, serangan jantung terjadi bila terdapat kematian otot-otot jantung yang disebabkan oleh terhentinya pasokan darah ke otot jantung. Kejadian itu akibat tersumbatnya satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner oleh gumpalan darah. Gumpalan darah ini disebut trombus. Tersumbatnya pembuluh koroner mengakibatkan otot-otot jantung lain tidak mendapat pasokan darah dengan segala nutrisi yang ada di dalamnya, seperti glukosa, vitamin, dan mineral, hormon-hormon dan elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium.
Meski begitu, Anda tak perlu cemas. Untuk mengurangi risiko gangguan di atas, berbagai upaya dapat dilakukan. Intinya adalah selalu menjaga kadar kolesterol darah yang bisa menjadi biang penyumbatan pembuluh koroner, tidak tinggi. Selain memanfaatkan vitamin B3 (niasin), C, dan E, upaya itu juga dapat dilakukan dengan diet tinggi serat.
Manfaat Serat
Dulu serat dianggap sebagai the forgotten nutrient karena fungsinya belum jelas. Namun, sebagai salah satu komponen bahan makanan, kini serat diketahui punya peran penting dalam menjaga kesehatan.
Serat terdiri dari dua jenis, yakni serat larut dan tak larut. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tetapi larut dalam air panas. Serat larut inilah yang membuat perut kenyang lebih lama dan memberikan energi lebih panjang serta bermanfaat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Umumnya terdapat pada buah dan sayur, terutama serelia seperti oat.
Serat tak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas. Meski tidak dapat dicerna, kata DR. Ali Khomsan, serat punya fungsi metabolisme zat gizi yang penting. Di dalam pencernaan, serat membantu proses fermentasi sari makanan. Serat ini bermanfaat mencegah sembelit, bersifat lembut bagi usus dan menghindarkan risiko kanker perut. Serat ini terdapat pada sayuran seperti asparagus, kacang polong, dan serelia seperti oat.
Karena tidak dicerna, serat masuk ke kolon (usus besar) dalam keadaan utuh. Serat mencapai kolon dalam volume besar dan membutuhkan tempat luas, sehingga menimbulkan perasaan kenyang. Karena itu, kehadiran serat dalam lambung dan saluran pencernaan akan mengurangi keinginan seseorang untuk makan lebih banyak, sehingga mencegah timbulnya risiko kegemukan.
Menurut Dr. Lanny Lestiani, Sp.G(K), MSc., ahli gizi dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), makanan tinggi serat membantu menurunkan kolestrol di dalam darah. Serat bermanfaat dalam menahan air dan viskositas di saluran pencernaan, akan diubah menjadi gel di dalam usus. Tujuannya untuk menahan air sehingga orang tidak mudah lapar.
Sayur Masak
DR. Ali Khomsan menambahkan, sumber serat seperti sayuran dan buah-buahan mudah dijumpai dalam menu sehari-hari. Sayuran bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah atau setelah diproses melalui perebusan. Meski begitu, hasil penelitian seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Rahayu, tahun 1990, menunjukkan serat makanan dalam sayuran yang dimasak justru meningkat dibandingkan dengan sayuran mentah.
Bagaimana bisa demikian? Proses pemasakan memang akan menghilangkan beberapa zat gizi. Selain itu, proses pemasakan juga menyebabkan terjadinya reaksi pencokelatan yang dalam analisis gizi terhitung sebagai serat makanan. Inilah yang menyebabkan sayuran yang dimasak punya kandungan serat lebih tinggi. Dalam penelitiannya, Rahayu menemukan bahwa sayuran yang direbus dengan air menghasilkan kadar serat makanan tertinggi (6,40 persen), dikukus (6,24 persen), dimasak dengan santan (5,98 persen), dan mentah (5,97 persen).
Secara umum, kandungan serat di dalam sayuran mencapai 32 persen, buah 38 persen, gandum 32 persen, dan kacang 25 persen. Kata Dr. Lanny, kebutuhan serat untuk orang Indonesia adalah 10-14 gr/1.000 kalori.
Serat Oat
Tak bisa dipungkiri, kini Indonesia dibanjiri produk oat, yang sering disebut havermut, masuk dalam keluarga serelia. Dibanding beras yang tiap 100 gramnya mengandung 0,1 gram serat larut dan gandum yang hanya 2,2 gram, per 100 gram oat mengandung 5,1 gram serat larut. Kandungan serat yang tinggi ini membuat oat layak dijadikan dijadikan pilihan untuk diet tinggi serat.
Sebagai gambaran, serat yang larut dalam tubuh dapat mengikat kolesterol dan mengeluarkannya dari tubuh. Peran itulah yang mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah, hingga menurunkan risiko PJK. Orang yang mengalami obesitas pun bisa mengombinasikan oat dengan makanan rendah kolesterol dan lemak. Oat bisa dimanfaatkan dalam bentuk bubur gandum, biskuit, maupun roti.
Bagaimana oat menurunkan kadar kolesterol dalam darah? Berikut ini uraian singkatnya:
1. Di dalam hati, kolesterol diubah menjadi asam empedu, kemudian dilepas ke usus halus untuk membantu mencerna lemak dari makanan yang dikonsumsi.
2. Bila mengasup oatmeal, serat larut oat dalam usus halus membentuk gel yang mengikat lemak, kolesterol, dan asam empedu.
3. Karena diikat oleh serat larut oat yang berbentuk gel, sebagian asam empedu tidak dapat diserap kembali melalui dinding usus halus, kemudian asam empedu dikeluarkan melalui usus besar, sehingga asam empedu di hati berkurang.
4. Untuk menggantikan asam empedu yang hilang, hati akan menarik kolesterol dari darah untuk memproduksi asam empedu.
5. Akibatnya, total kadar kolesterol darah akan menurun.
6. Dengan menurunnya kadar kolesterol darah, risiko PJK dapat dicegah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar